PANGKALPINANG - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dr. Andri Nurtito, MARS menegaskan bahwa sunat perempuan melanggar hak asasi manusia. Hal ini disampaikan beliau saat membuka Workshop Pencegahan Praktik Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP), yang diselenggarakan di Sekretariat PD Ikatan Bidan Indonesia pada Sabtu (07/09/2024).
"Sunat perempuan merupakan masalah global yang sangat ditentang karena termasuk masalah perusakan alat kelamin perempuan (FGM) atau pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP) yang melanggar hak asasi manusia," jelas Andri.
Menurutnya, selain dianggap sebagai kekerasan terhadap perempuan, praktik ini tidak memiliki alasan medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan, bahkan dapat berdampak merugikan.
"Secara global, sekitar 180 negara berkomitmen untuk menghapus segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan pada Convention of The Elimination of All Forms of Discriminations Against Women (CENDAW) tahun 1979," tutur Andri.
"Pada Desember 2012, PBB melarang FGM di seluruh dunia," tukas Andri.
Di indonesia, lanjutnya, sunat perempuan merupakan bagian dari kepercayaan dan tradisi budaya yang dilaksanakan secara turun-temurun sejak zaman dahulu oleh sebagian kelompok masyarakat.
"Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 15,2 persen anak perempuan berumur 0-11 tahun pernah disunat. Sekitar 50,9 persen dilakukan oleh bidan, 40 persen oleh dukun bayi, dan 2,3 persen oleh tenaga kesehatan lainnya," lanjutnya.
"Kementerian Kesehatan mencabut permenkes tentang sunat perempuan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sunat perempuan bukan merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan atas indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan," ujar Andri.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyusun strategi advokasi dan sosialisasi P2GP bagi tokoh agama Islam serta kelompok pemuda. Tokoh agama dan pemuda dapat membantu untuk mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan praktik sunat perempuan," lanjutnya.
"Dengan workshop ini, upaya menghilangkan praktik sunat perempuan pada jajaran petugas kesehatan dapat dilakukan karena masih ditemukan petugas kesehatan sebagai pelaku P2GP," pungkas Andri.