PANGKALPINANG - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dr. Andri Nurtito, MARS mengungkapkan bahwa kesehatan jiwa memengaruhi kualitas hidup seseorang. Hal ini disampaikannya saat membuka Orientasi Skrining dan Intervensi Hasil Skrining Kesehatan Jiwa dan NAPZA oleh Kader dan Petugas Konseling bagi Pengelola Kesehatan Jiwa di Kabupaten/Kota pada Selasa (24/09/2024).
"Kesehatan jiwa akan memengaruhi kualitas hidup seseorang. Walaupun tak tampak, kesehatan jiwa ini sama halnya dengan kesehatan yang nyata. Sama halnya dengan jantung dan organ lain, kesehatan jiwa menjadi penting karena akan mendukung kesehatan secara menyeluruh," ujar Andri.
Ditambahkannya, kesehatan jiwa merupakan komponen yang menyatu dengan kesehatan karena seseorang dinyatakan sehat bila keadaannya baik secara fisik, jiwa, maupun sosial, dan bukan terbebas dari penyakit untuk memungkinkan hidup produktif.
"Diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan jiwa, neurologi, dan penyalahgunaan obat; angka tersebut menyumbang 14 persen beban penyakit global. Dan sekitar 154 juta diantaranya menderita depresi," ujar Andri.
"Kementerian Kesehatan telah melaksanakan Transformasi Layanan Kesehatan, antara lain melalui penguatan layanan primer dan layanan kesehatan jiwa yang terintegrasi. Keduanya dilaksanakan secara komprehensif di seluruh siklus hidup, mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif," jelas Andri.
"Perlu penguatan dan kolaborasi lintas program dan lintas sektor, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mendukung implementasi program deteksi dini melalui skrining kesehatan jiwa di masyarakat," harap Andri.
Sementara Plt. Kepala Bidang Pencegahan dan Pegendalian Penyakit, Evalusi menjelaskan bahwa masalah kesehatan jiwa di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, dua persen dari penduduk usia ≥15 tahun memiliki masalah kesehatan jiwa. Sekitar 0,25 persennya memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup dan 1,4 persen mengalami depresi.
"Mencermati hal tersebut, pencegahan terhadap masalah kesehatan jiwa dan intervensi dini gangguan jiwa seyogianya menjadi prioritas dalam mengurangi gangguan jiwa berat di masa yang akan datang," ujar Evalusi.
"Skrining menjadi langkah awal untuk mengetahui masalah kesehatan jiwa secara dini. Namun demikian, setelah ditemukan ketidaklancaran dalam siklus hidup, tindak lanjut untuk mengatasi masalah harus dilaksanakan," lanjutnya.
Menurutnya, jika tidak dilakukan tindak lanjut, hasil skrining hanya menjadi data dan informasi semata.
"Masalah kesehatan mental yang terlambat terdeteksi dan tidak ada intervensi bisa menyebabkan buruknya kualitas hidup, bahkan bunuh diri. Semakin cepat terdeteksi, semakin baik pula efektivitas penanganan masalah kesehatan mental," pungkas Evalusi.
Kegiatan yang akan berlangsung mulai dari 24 sampai dengan 27 September 2024 ini diselenggarakan di Hotel Grand Safran dan dihadiri oleh 34 orang peserta, terdiri atas dinas kesehatan kabupaten/kota se-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan lintas sektor.