Bantuan Hidup Dasar

Bantuan Hidup Dasar merupakan suatu tindakan pertolongan yang diberikan untuk menyelamatkan nyawa seseorang, biasa diberikan pada korban henti jantung dan henti napas. Bantuan hidup dasar boleh diberikan apabila penolong memang bisa melakukan pertolongan tersebut, karena pertolongan yang diberikan harus dengan tepat dan benar. BHD ini bisa diberikan dengan beberapa langkah mulai dari mengenali henti jantung tersebut, meraba nadi, kompresi dada, mengecek Airway, Breathing, Defibrilation, serta harus mengevaluasi kembali keadaan pasien setelah diberikan tindakan diatas, serta posisi pasien pada posisi yang benar agar jalan napas tetap terbuka, dan tetap waspada apabila terjadi kembali henti jantung dan henti napas. Resusitasi Jantung Paru termasuk dalam bantuan hidup dasar, RJP bisa diberikan dengan beberapa catatan dan bisa diberhentikan dengan beberapa alasan. 
Basic life Support juga dapat diartikan sebagai usaha pertama kali yang dilakukan untuk menyelamatkan/ mempertahankan kehidupan seseorang penderita. Bantuan hidup dasar dapat diajarkan kepada siapa saja, baik tenaga kesehatan dan bukan tenaga kesehatan. Ada beberapa hal penting dalam bantuna hidup dasar yaitu pengenalan segera terhadap serangan henti jantung dan henti napas, minta bantuan emergency secepatnya, lakukan resusitasi jantung paru (RJP), dan segera aktifkan penggunaan AED atau Defibrilator. (Lumbantoruan, 2015, p. 43)
 Langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar. (Hutabarat and Putra, 2014, pp. 98–99; Lumbantoruan, 2015, pp. 43–48; Rini and Suharsono, 2019, pp. 92–93)M

1. Mengenali Keadaan Henti Jantung (Recognition of Ariest).H

al penting yang harus diingat pertama kali adalah hindari untuk memindahkan korban bila tidak perlu, karena akan ada kemungkinan terjadi trauma leher. Seseorang yang mengalami kejadian henti jantung dan nafas pasti tidaka akan memberikan respon, bahkan napas tidak ada, nadi tidak teraba. Namun setelah memastikan pasien dalam keadaan aman, segera periksa kesadaran pasien, hal ini dapat dilakukan dengan menepuk bahu, memangil pak atau bu, atau katakan buka mata pak/bu. 

2. Mengaktifkan Sistem Keadaan Darurat (Activation of Emergency Response)

 Ketika mendapati korban dalam keadaan henti jantung dan tidak sadarkan diri, maka segera aktifkan keadaan darurat untuk diberikan segera Resusitasi Jantung Paru (RJP), atau segera aktifkan SPGDT atau bantuan ambulans.

3. Pemeriksaan Nadi 

Untuk memberikan bantuan hidup dasar, maka harus terlebih dahulu menentukan ada atau tidaknya nadi pasien, hal ini tidak boleh dilakukan lebih dari 10 detik,begitu juga dengan mengecek denyut jantung bisa dilakukan pada bagian leher pasien (meraba arteri karotis) jika tidak teraba maka penolong harus meberikan siklus 30 kompresi dan 2x ventilasi, namun jika ada nadi maka berikan 1x ventilasi tiap 5-6 detik, dan evaluasi nadi setiap 2 menit.

4. Kompresi Dada (Chest Compressions) 
Kompresi dada adalah sebuah tindakan yang dilakukan dengan memberikan penekanan secara teratur pada dada di bagian bawah pada pertengahan sternum. 
Kompresi ini merupakan dasar dari tindakan resusitasi jantung paru (RJP),jika berhasil ini akan sangat membantu pasien. Kompresi ini wajib diberikan pasien korban dengan henti jantung tanpa membeda-bedakan siapa yang menolong, siapa yang ditolong. 
Penolong yang akan melakukan RJP harus yang berkualitas yaitu: 
a. Korban harus dalam posisi terlentang, kecuali pada korban trauma, maka posisi pembalikan harus dengan metode Log Roll, jika pada posisi tertelungkup maka harus dilakukan pembalikan. Resusitasi jantung paru harus dilakukan di area/ tempat yang datar da keras, agar bagian anterior jantung terjadi penekanan. AHA memberi saran bahwa dalam melakukan RJP sebaiknya korban tidak boleh dipindahkan (bila tidak menganggu/ membahayakan), RJP bahkan dilakukan ditempat kejadian secara langsung. 
b. Tidak hanya posisi pasien, posisi penolong pun harus dalam keadaan yang benar, yaitu berlutut disamping pasien, atau berdiri di samping tempat tidur pasien.
c. Pada korban perempuan lokasi penekanan akan sedikit berbeda dengan laki-laki, jika perempuan penolong harus melakukan penekana ditengah sternum, jika laki-laki pertengahan sternum diantara puting susu. 
d. Kemudian letakkan tumit tangan pada bagian tengah, dan tangan kedua berada diatasnya.
e. Lakukan penekanan dengan keras dan cepat 
f. Kompresi dada dilakukan (100x/menit)
g. Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman 2 inch (dewasa) Rasio 30:2, 1/3 anterior posterior/AP Rasio 30:2 (Anak). (American Heart Association, 2015, p. 7)

5. Airway (Jalan Napas) 
Untuk penilaian jalan napas bisa dilakukan dengan membuka mulut korban, penolong dapat membuka mulut korban dengan meletakkan ibu jari berlawanan dengan jari telunjuk. Pastikan apakah terdapat sumbatan pada jalan napas. Jika ada cepat bersihkan sesuai dengan sebabnya. Jika sumbatan berupa air maka dapat dibersikah dengan cara memasukkan jari tengah atau jari telunjuk yang telah dilapisi kain ini biasa dinamakan fingers sweep. Namun apabila sumbatan berupa benda keras atau padat dapat dibersihkan dengan jari tengah yang dibengkokkan .

6. Breathing (Pernapasan) 
Setelah masalah jalan napas teratasi maka selanjutnya penolong harus menilai pernapasan dengan cara melihat gerakan napas, apakah teratur,cheyne stokes, kusmaul, kemudian pastikan apakah pengembangan dada maksimal, adakah retraksi dinding dada,dan apakah terdapat tanda sinotik.

7. Defibrilation (Terapi Elektrik) 
Terapi ini merupakan suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Alat ini dinamakan defibrilator, sekarang alat ini sudah dapat digunakan oleh orang awam dengan nama AED, seperti yang biasa disediakan di bandara. 

8. Evaluasi
Setiap tindakan yang telah diberikan pasti harus selalu dievaluasi.
 

Penulis: 
Esti Kristanti, S.Kep
Sumber: 
Tim Media Dinkes Babel